Dalam ilmu tajwid, hukum ghunnah menjadi salah satu kaidah penting yang sering dijumpai saat membaca Al-Qur’an. Meskipun terdengar sederhana karena hanya berkaitan dengan suara dengung, pemahaman terhadap hukum ini berpengaruh langsung pada keindahan dan keabsahan bacaan. Banyak orang sering keliru menerapkan ghunnah karena belum memahami karakter huruf-hurufnya atau belum mengetahui waktu yang tepat untuk melafalkan ghunnah secara wajib. Kesalahan dalam pelafalan ghunnah dapat mengurangi kekhusyukan dan makna dari bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Pemahaman yang benar terhadap hukum ghunnah membantu menjaga kualitas bacaan sekaligus menunjukkan kesungguhan dalam memuliakan lafaz Allah. Dengan mengenali huruf-huruf yang mengandung sifat ghunnah dan mengetahui cara pelafalannya yang tepat, seseorang dapat membaca Al-Qur’an secara tartil dan sesuai kaidah.
Pengertian Hukum Ghunnah
Secara bahasa, ghunnah berarti suara dengung yang keluar dari rongga hidung secara alami tanpa dipaksakan. Suara ini bersifat khas dan tidak bisa disamakan dengan bunyi huruf lainnya. Dalam istilah ilmu tajwid, ghunnah merupakan sifat huruf yang menghasilkan bunyi dengung selama dua harakat saat diucapkan. Ciri khas ini bukan berasal dari bentuk huruf atau harakat, tetapi dari sifat asli yang melekat pada huruf tersebut sejak awal.
Hukum ghunnah hanya berlaku pada dua huruf, yaitu nun (ن) dan mim (م), baik ketika berharakat biasa maupun saat bertasydid. Ketika huruf tersebut bertasydid, ghunnah wajib ditunaikan secara penuh selama dua harakat dengan suara dengung yang jelas dan seimbang. Pengucapan yang tergesa atau terlalu lambat akan mengganggu kesempurnaan bacaan. Kesadaran dalam menerapkan ghunnah mencerminkan kemampuan memahami sifat huruf dalam tajwid dengan benar.
Dalam praktik membaca Al-Qur’an, hukum ghunnah muncul saat nun sukun (نْ) atau tanwin (ــًــٍــٌ) bertemu dengan huruf-huruf tertentu yang menuntut adanya dengung, seperti huruf ya, nun, mim, dan wau. Selain itu, mim sukun (مْ) juga menunjukkan ghunnah saat bertemu dengan mim atau ba. Seluruh penerapan tersebut mengharuskan pembaca menahan suara pada huruf tersebut selama dua harakat dengan dengung yang merata. Penerapan ghunnah secara benar membuat bacaan terdengar lembut, teratur, dan memberikan nuansa kekhusyukan dalam membaca Al-Qur’an.
Jenis Huruf yang Berkaitan dengan Ghunnah
Dalam tajwid, hanya ada dua huruf ghunnah, yaitu:
- Nun tasydid (نّ)
- Mim tasydid (مّ)
Keduanya mengandung ghunnah yang kuat dan wajib melafalkan dengan suara dengung penuh. Huruf ini mengandung sifat ghunnah musyaddadah dengung yang sangat tegas dan tak boleh terputus. Saat muncul dalam bacaan, suara di tahan di rongga hidung selama dua harakat penuh.
Contoh bentuk huruf-huruf tersebut dapat ditemukan dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Saat muncul dalam bentuk tasydid, tidak ada pilihan lain selain membaca dengan dengung. Inilah yang menjadi inti dari hukum ghunnah.
Huruf selain nun tasydid dan mim tasydid tidak memiliki sifat ghunnah yang berdiri sendiri. Artinya, apabila tidak dalam bentuk bertasydid, maka ghunnah tidak wajib dilakukan. Inilah perbedaan antara ghunnah sebagai sifat huruf dengan hukum bacaan lain yang muncul karena pertemuan antarhuruf.
Contoh Praktis Penerapan Hukum Ghunnah
Contoh penerapan ghunnah dapat ditemukan di banyak ayat Al-Qur’an. Misalnya:
- Pada Surah Al-Kautsar ayat 3:
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلْأَبْتَرُ
kata “إِنَّ”. Pada lafaz ini terdapat nun bertasydid (نّ). Ketika membaca huruf nun musyaddadah, wajib membaca dengung (ghunnah) selama dua harakat. Maka, contoh ini menunjukkan ghunnah karena tasydid, yang juga terkenal sebagai ghunnah musyaddadah. - Surah An-Naba ayat 1:
عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ
kata “عَمَّ”. Huruf mim di sini juga bertasydid (مّ). Saat membaca mim yang bertasydid, pembaca juga wajib mendengung selama dua harakat. Ini termasuk contoh ghunnah musyaddadah juga, karena huruf ghunnah (mim) membacanya dengan tasydid.
Dengan Contoh tersebut membantu memahami penerapan hukum ghunnah dalam bacaan Al-Qur’an, termasuk bagaimana posisi dengung memengaruhi kesempurnaan makhraj dan sifat huruf.
Kapan Wajib Dengung dan Kapan Tidak?
Hukum ghunnah wajib dilakukan dalam beberapa kondisi tertentu. Dengung menjadi wajib apabila:
- Nun atau mim bertasydid, seperti dalam kata “إِنَّهُ” atau “ثُمَّ”.
- Terjadi idgham bighunnah, iqlab, ikhfa haqiqi, atau idgham mimi dan ikhfa syafawi.
- Terjadi pada huruf ghunnah yang menjadi hasil assimilasi bacaan, seperti nun sukun bertemu ya atau mim sukun bertemu mim.
Sebaliknya, hukum ghunnah tidak wajib diterapkan dalam kondisi berikut:
- Nun atau mim tidak bertemu huruf yang menyebabkan dengung, seperti saat nun sukun bertemu alif atau mim sukun bertemu kaf.
- Idzhar halqi: yaitu ketika nun sukun atau tanwin bertemu huruf-huruf idzhar seperti hamzah, ha, ‘ain, ghain, kha, dan ha.
- Idzhar syafawi: ketika mim sukun bertemu huruf selain mim dan ba, seperti dalam kata “كَمْ قَتَلُوا”.
Membedakan kapan ghunnah wajib atau tidak bukan sekadar membaca dengan dengung atau tidak. Ini menyangkut ilmu makhraj, sifat huruf, dan keberadaan tasydid atau huruf-huruf tertentu yang membawa hukum khusus.
Penguasaan hukum ghunnah sangat penting bagi siapa pun yang ingin memperindah bacaan sekaligus menjaga keaslian lafaz Al-Qur’an. Kesalahan kecil seperti lupa mendengungkan pada tempat wajib atau justru mendengungkan pada tempat yang tidak perlu bisa mengubah arti dan merusak keindahan bacaan.
Belajar Tajwid Bersama Khoirunnas
Memahami hukum ghunnah memang memerlukan bimbingan dari guru yang tepat dan bersanad. Untuk itu, program Khoirunnas menawarkan pembelajaran tajwid dari dasar hingga mahir, termasuk penguasaan ghunnah secara praktik langsung. Program ini cocok bagi pemula, orang tua yang ingin mengajarkan anak dengan benar, hingga siapa pun yang ingin memperdalam ilmu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
Di Khoirunnas, peserta tidak hanya belajar teori, tetapi juga praktek langsung dengan metode talaqqi. Guru bersanad yang amanah dan sabar membimbing pembelajaran setiap hukum tajwid, termasuk hukum ghunnah, secara perlahan.
Bergabung dengan Khoirunnas adalah langkah strategis untuk menjaga kemurnian bacaan Al-Qur’an, memperindah suara, dan meningkatkan kualitas ruhani. Pelatihan yang intensif dan dukungan komunitas menjadikan proses belajar lebih menyenangkan dan konsisten.
Kesimpulan
Menguasai hukum ghunnah berarti meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur’an secara nyata. Memahami dua huruf ghunnah, yaitu nun tasydid dan mim tasydid, lalu melatih dengungnya dengan konsisten akan menghasilkan bacaan yang tartil, jelas, dan sesuai kaidah tajwid. Setiap huruf dilafalkan dengan tanggung jawab penuh, bukan asal baca. Ghunnah yang tepat membuat lantunan terdengar indah, menyentuh kalbu, dan membawa ketenangan bagi yang membacanya maupun yang mendengarkan. Pelafalan yang benar mencerminkan sikap hormat terhadap firman Allah.
Program seperti Khoirunnas hadir sebagai solusi bagi yang ingin memperdalam ilmu tajwid secara terstruktur dan aplikatif. Pembelajaran berlangsung interaktif, langsung praktik, dan dibimbing guru bersanad. Progres bacaan terasa lebih cepat dan tepat. Pelafalan ghunnah jadi mantap, tajwid lebih terjaga, dan tilawah makin berkelas dengan ilmu dan kesadaran. Setiap sesi belajar membuka pintu baru untuk memahami keindahan Al-Qur’an lebih dalam lagi.


